Cari Blog Ini

Kamis, 14 April 2011

Belajar dari Si Sulung Eliana



Belajar Jadi Anak Sulung dari Eliana
Judul                     : Eliana
Penulis                 : Tere Liye
Penerbit              : Republika
Halaman              : 519      
                Adalah novel ke-4 dari serial anak mamak. Kembali kita disuguhi bacaan yang inspiratif dan menggugah semangat lewat dunia anak. Tak terbayangkan sebelumnya jika kita diajak berpetualang ke dalam dunia yang amat jauh dari kehidupan kita sehari-hari. Tak hanya dunia bermain saja yang diulas oleh Tere Liye, lewat Eliana ini, ia ingin menggambarkan bagaimana beratnya menjadi seorang anak sulung. Saat kita membacanya–terutama saat posisi kita sebagai anak sulung, maka kita akan menemukan sedikit banyak kesamaan dengan yang kita rasakan.
                Kali ini tak hanya Eliana yang diceritakan, tapi juga bagaimana kisah pertemuan antara mamak dan bapak saat pertama kali hingga akhirnya mereka menikah. Ada sebuah qoute menarik dalam bagian ini dan selalu saja saya ingat,
“Manusia mempunyai hari-hari istimewanya sendiri. Hari saat lahir ke dunia, mulai merangkak, berjalan, hingga hari saat bertemu dengan pasangan”.
Bertemu dengan pasangan????? Kapan yahh...aku bertemu sama pasanganku??hehehe...^_^
                Diceritakan pula bagaimana kisah heroik Eliana sang gadis pemberani dengan geng empat buntal-nya melawan orang kota yang mencoba merusak sungai kampung mereka. Meski mereka masih anak-anak, namun keberanian mereka dalam menghadapi para perusak alam patut kita teladani. Kembali lagi tentang Eliana sebagai anak sulung, ia sempat marah kepada mamak karena selalu diperlakukan berbeda dari adik-adiknya, disuruh inilah, itulah hingga ia kabur berhari-hari di rumah wak Yati. Padahal, setiap malam mamak selalu menengok dan menayakan kabar ke wak Yati tanpa sepengetahuan Eliana.
Petikan kata ini sangat menyentuh hati bahwa betapa sayang ibu terhadap kita,
“Jangan pernah membenci mamak kau, Eliana… Jangan pernah.. Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi kau, Amelia, Pukat dan Burlian, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian.”
                Memang, sebagai anak kita kadang tidak menyadarinya. Segeralah minta maaf sama ibu kita atas segala kesalahan yang mungkin telah menyakiti hati ibu.
                Membaca novel ini sangat menyenangkan meskipun cukup tebal. Namun, ada beberapa hal yang agak membingungkan. Saya kira ketika cerita pertemuan antara mamak dan bapak versi muda ada kesalahan ketik karena kata-kata dan kalimatnya sama persis, ternyata setelah membaca dengan jeli memang dibuat seperti itu...hehehe. Dan, ada beberapa kata yang salah ketik.
                Terlepas dari kekurangannya, novel ini wajib dibaca dan sungguh inspiratif.

Ranah 3 Warna








Ranah 3 Warna
Penulis                 : A. Fuadi
Penerbit              : Gramedia
Halaman              : 471
                Masih penasaran dengan kelanjutan cerita si Alif dalam Negeri Lima Menara??? Yahh, inilah novel ke-2 dari trilogi negeri lima menara. Alif yang telah menyelesaikan pendidikannya di pesantren madani dengan penuh perjuangan dan suka-duka harus kembali ke kampung halamannya. Ia pun harus berpisah dengan Shahibul Menara yang meretas jalan untuk menggapai cita-cita dan impian mereka masing-masing.
                Alif, ia masih menyimpan cita-citanya ingin menguasai teknologi seperti pak Habibi yang mampu membuat pesawat terbang dan pergi ke Amerika. Cita-cita semasa SMP untuk kuliah ke ITB masih melekat di lubuk hati Alif. Namun, sahabat karibnya-Randai-meragukannya apakah ia mampu masuk ITB. Terlebih lagi, Alif hanya lulusan pesantren dengan bekal pelajaran eksak seadanya. Bahkan, orang-orang di kampungnya pun meragukannya. Bak dilecut semangat “man jadda wajada”, Alif ingin membuktikan bahwa presepsi yang selama ini dilekatkan pada anak pesantren itu salah. Tak hanya UMPTN yang harus ditaklukkannya, ia juga harus ikut ujian persamaan sebagai syarat ikut UMPTN, karena pondok madani tidak mengeluarkan ijazah resmi.
                Siang-malam Alif belajar dengan giat, semua buku-buku yang harus dipelajari selama 3 tahun ia lahap hanya 2 bulan saja. Tapi saat semangatnya kendor, ia pun terlecut dengan semangat tim Dinamit yang mampu mengalahkan Jerman saat piala Eropa. Akhirnya, ia pun berhasil mendapat ijazah persamaan, sekaligus juga dapat lulus UMPTN dan diterima di Unpad jurusan Hubungan Internasional, bukan di ITB seperti cita-citanya semula.
                Alif pun bisa tersenyum sesaat, namun badai menerpanya bertubi-tubi dan hampir membuatnya menyerah. Nyatanya, mantra “Man Jadda Wajada” saja tidak cukup bagi Alif dalam mengarungi hidup sebagai mahasiswa di Bandung. Berbagai cobaan dialaminya, mulai dari ayahnya yang meninggal hingga ia harus berjualan sebagai sales untuk menyambung hidup dan kuliah hingga membuatnya sakit tipes. Ia pun teringat salah satu mantra yang diajarkan di pondok madani “Man Shabara Zafira” (Barang siapa yang bersabar maka untunglah ia). Ternyata, usaha yang keras saja tidak cukup, harus juga diimbangi kesabaran agar memperoleh hasil yang istimewa.
                Dalam novel ini, diceritakan pula bagaimana usaha keras Alif untuk belajar menulis dengan bang Togar–seniornya di majalah kampus Kutub. Ia sampai “berdarah-darah” terkena sabetan samurai merah bang Togar, namun itu semua mengantarkannya kepada prestasi yang membanggakan. Lalu, bagaimana dengan kisah cinta? Apakah diselipkan dalam novel ini? Yaahh, cinta memang menjadi “bumbu penyedap” dalam sebuah novel. Sosok Raisa yang menawan telah menambat hati Alif, namun sayang ia harus merelakannya untuk sahabatnya Randai.
                Memang jika dilihat dari segi bahasa dan alurnya, novel ke-2 ini lebih berkarakter dan mempunyai alur yang mudah diikuti oleh pembacanya dibanding dengan novel pertama. Lagi-lagi memang sang penulis juga menerapkan mantra “Man Jadda Wajada” dalam menambal kekurangan-kekurangan di novel pertamanya. So, kita tunggu seri terakhir dari trilogi Negeri Lima Menara dan bagaimana akhir dari perjalanan Alif dan para Shahibul Menara. Let’s waiting  

Kamis, 07 April 2011

"Kites" Cinta itu Seperti Layang-Layang



Kites

Pemeran:
·         Hrithik Roshan sebagai J.
·         Barbara Mori sebagai Natasha/Linda
·         Kangana Ranaut sebagai Gina
·         Nicholas Brown sebagai Tony
S
 
                Bagai dua buah layang-layang yang terbang tinggi di angkasa, memecah langit dengan liukan-liukan tajamnya, begitulah kisah cinta yang ingin digambarkan dalam film ini. Cerita tentang dua anak manusia dari belahan dunia yang berbeda. Meskipun dengan keterbatasan komunikasi karena dua bahasa yang berbeda, tapi rasa cinta mampu menyatukan mereka. Bak dua layang-layang yang terbang tinggi di angkasa, keduanya saling mencari indahnya dunia dengan menari-nari dan meliuk-liuk di atas langit biru. Tapi harus diingat bahwasanya layang-layang masih terikat dengan benang, dan benang itu dikendalikan oleh orang yang memainkannya. Begitulah cinta keduanya, masih ada pihak yang membuat mereka tidak bisa bersatu untuk menikmati indahnya dunia dengan cinta.
                Adalah J yang berperan sebagai laki-laki miskin, ia berambisi menjadi orang kaya. Untuk itu ia bekerja sebagai intsruktur tari leko di las vegas. Untuk menambah pundi-pundi uangnya, ia pun menawarkan diri sebagai “suami” bayaran bagi wanita-wanita imigran yang ingin masuk ke negara tersebut. Tak terhitung berapa banyak wanita yang telah dinikahinya tanpa ada perceraian.
                Mengutip kata-kata dalam novel eliana, “Setiap manusia memiliki hari-harinya spesialnya, hari di mana ia lahir, mulai belajar berjalan, berlari, dan sebagainya. Begitu juga dengan hari di mana pertama kali bertemu dengan pasangan hidup.” Yahhhh.... di hari itulah, hitrhik bertemu pertama kali dengan cintanya. Seorang wanita imigran yang dinikahinya ternyata mampu menarik perhatiannya, ia tidak menyadari perasaan tersebut hingga sang “istri” baru tersebut telah hilang dari pandangan matanya. Saat itu, ia sadar bahwa mungkin memang bukan jodohnya.
                Lalu, ia kembali ke ambisi semula hidupnya, yaitu menjadi orang kaya di vegas dan menikmati berbagai fasilitas kemewahan hidup. Gina, salah seorang murid tari menyukainya dan berusaha mendapatkan cintanya. Selain cantik, ia adalah putri dari pemilik kasino terbesar di vegas. Demi mewujudkan keinginannya, akhirnya ia pun menerima cinta Gina. Ia pun diperkenalkan kepada orang tua Gina. J pun juga disukai oleh orang tua Gina dan karena sangat menyayangi putrinya, J pun diberi berbagai fasilitas yang selama ini tidak pernah dirasakannya. Ia diberi mobil, berwisata dengan kapal pesiar, dan sebagainya.
                Hingga akhirnya ia bertemu kembali dengan Linda–wanita yang pernah menjadi “istri”nya. Pertemuan yang sungguh tak diharapkannya karena status wanita tersebut adalah tunangan dari kakak pacarnya yang sebentar lagi akan menikah. J pun kembali mengalami dilema besar dalam hatinya, di satu sisi ia ingin menikmati kekayaan yang baru saja didapatkannya dengan menjadi pacar Gina, di sisi lain ia ternyata mencintai wanita yang akan menjadi iparnya. Apalagi dengan intensitas pertemuan yang semakin sering membuatnya semakin jatuh cinta pada “istri” nya. Ditambah dengan perlakuan kasar Tony–calon suaminya, membuat J bersusaha untuk melindunginya. Ternyata tujuan Linda menikah dengan Tony juga bukan didasari oleh rasa cinta, melainkan sama seperti J, yaitu untuk hidup bahagia dengan bergelimang harta dan kemewahan serta memperbaiki strata sosilanya.
                Klimaks kisah ini muncul saat sehari sebelum pernikahan, ia mengajak Linda- “istri” lamanya bertemu untuk melakukan perceraian. Tapi, saat kembali ke tempat tinggalnya, ternyata Tony telah menunggu lama dan menayakan keberadaannya yang tidak ada di rumah, Tony bahkan memukuli Linda. Hal itulah yang membuat J tak kuasa menahan amarah dan mengacungkan pistol ke Tony, lalu mengajak Linda kabur, tapi Linda enggan dan membuat pistol J dapat direbut. Sebelum sempat menembak, kepala Tony dipukul oleh Linda sehingga tembakan itu meleset dan J pun selamat. Kemudian, mereka berdua lari.
                Berita kaburnya J yang membawa lari calon mempelai wanita Tony sontak tersebar ke mana-mana melalui media. Di saat pelarian inilah benih-benih cinta mereka berdua semakin tumbuh subur di atas keterbatasan kendala komunikasi bahasa. Mereka berdua dikejar ke berbagai penjuru negara bagaikan buronan kelas wahid.
                Dengan sad ending, film berakhir saat J mengetahui istrinya telah mati dengan menjatuhkan mobil ke jurang di saat terdesak oleh kejaran Tony. J pun ikut terjun ke jurang untuk bersatu dengan cintanya. Bagaikan dua buah layang-layang yang telah putus, mereka berdua bersatu di alam lain untuk menikmati indahnya cinta tanpa adanya “benang” yang mengendalikan mereka.
                “Dua layang-layang dengan liukan-liukannya yang bebas telah menghiasai indahnya langit.”

Aku Ingin Seperti "Pukat"



Judul Novel        : Pukat
Penulis                 : Tere Liye
Penerbit              : Republika
Halaman              : 347 hlm
               
                It’s fabulous..... itulah ungkapan yang saya kira cukup tepat menggambarkan novel ini. Sang penulis begitu brilian mengantarkan pembacanya dalam menyelami dunia anak. Dunia yang selama ini jarang tersentuh oleh novelis-novelis lain mampu disajikannya begitu apik dan menggemaskan. Pembaca dibawa kembali ke masa kecil mereka melalui intrik-intrik masa kanak-kanak, permusuhan dengan teman sebangku hingga cinta monyet yang bersemi. Sungguh menggelikan saat kita mengingat itu semua....xixixi
                Tak hanya dunia bermain, terselip pula pendidikan moral. Lewat tokoh pukat, kita diajak menyelami dunianya yang begitu mengasyikkan. Sebagai anak yang digambarkan memiliki kepandaian diatas rata-rata anak kampungnya, ia selalu melakukan hal-hal yang sering tak tepikirkan oleh teman-temannya, bahkan oleh orang tua sekali pun. Cobalah tengok, bagaimana ia dengan cerdasnya memecahkan kasus perampokan di atas kereta api saat melintasi terowongan yang sangat gelap. Saat para perampok mendekati ayahnya untuk mengambil barang berharga, ia dengan cerdik menaburkan bubuk kopi–yang sedianya untuk oleh-oleh–ke sepatu dan celana para perampok itu. Perampok mengira tidak ada seorang pun yang bisa mengenali mereka, namun berkat kopi yang menempel di sepatu dan celana mereka, polisi berhasil meringkus dan membekuk komplotan perampok tersebut. Benar-benar menggambarkan sosok anak cerdas dan berani untuk ukuran anak seusianya.
                Tak lengkap pula bila sebuah novel tidak diselipi bumbu percintaan, bagaikan masakan tanpa garam...hehehe. Penulis pun menyisipkan kisah cinta di novel ini, meski hanya sebatas cinta monyet, namun sangat menarik dan lucu. Lihatlah bagaimana raju yang terpana pada pandangan pertama terhadapa saleha–anak bidan yang baru pindah ke kampung mereka. Raju yang awalnya suka bolos dan gemar memalsu surat izin, tiba-tiba menjadi anak yang paling rajin masuk kelas. Itulah kekuatan cinta yang mampu mengubah sosok raju yang pemalas menjadi murid yang rajin. Meski kisah cinta monyet ini berakhir gara-gara saleha mengalami haid pertamanya dan tampak bekas darah di roknya saat maju ke depan kelas. Raju mengaggap bahwa anak permpuan itu jorok..hahaha, yang namanya anak-anak tentu belum tau itu apa artinya haid perempuan. Begitulah cinta monyet disisipkan dalam novel ini.
                Pendidikan kejujuran juga ditanamkan, bagaimana pukat mengusulkan “kaleng kejujuran” untuk membantu wak yati–pemilik warung–yang anak bungsunya mengalami sakit paru-paru sehingga harus menjaga siang malam dan tak bisa membuka warung. Bagi anak-anak yang mau membeli jajan atau keperluan sekolah tinggal membayar sendiri dan mengambil kembaliannya di dalam kaleng. Di pelosok kampung nun jauh ternyata telah ada ide semacam ini–entah siapa yang mengadopsi telebih dahulu–di kota pun kini digalakkan kantin kejujuran untuk mendidik siswa tentang kejujuran.
                Sebagai gambaran keluarga yang ideal, sosok bapak dan mamak merupakan figur yang patut dijadikan contoh dalam mendidik anak-anak. Mamak tampil dengan sosok yang cerewet dan ingin mengatur segala hal dalam keluarga serta mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang penurut. Sedang sang bapak tampak berwibawa dengan sosoknya yang kalem memberi contoh dan tindakan nyata daripada banyak berbicara. Dua kombinasi yang sesuai dan unik dalam mendidik anak di dalam keluarga.
                Satu hal yang saya ingat betul dalam novel ini, saat si pukat ditanya tentang cita-citanya. Pukat ingin menjadi seorang peneliti, karena peneliti itu tahu jawaban segala hal. Saya sontak kaget saat membaca bagian tersebut, apakah memang begitu keadaan peniliti??? Sebuah kalimat yang menggelitik diriku hingga kini. Lihatlah juga bagaimana Pukat sampai bertahun-tahun untuk memecahkan teka-teki dari uwaknya tentang harta karun di kampung mereka. Saat ia tahu jawaban nya, ia pun rela menyebarang samudera dan negara serta meninggalkan tugasnya penelitiannya yang menumpuk untuk memberi tahu jawaban meski sang pemberi pertanyaan telah tiada, meski dengan berteriak di atas pusaranya.
                Sungguh, sebuah novel yang inspiratif dan menggelitik. Bagi anak-anak dapat mencontoh Pukat si anak pintar. Bagi yang bercita-cita menjadi guru atau pendidik dapat mencontoh pak Bin yang ikhlas dan penuh ide kreatif dalam mendidik murid-muridnya di tengah segala keterbatasan dana sekolah. Bagi orang tua, bisa belajar dari bapak dan mamak bagaimana cara mendidik anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang hebat.
                Bravooooo.... Sebuah novel yang harus anda baca ^_^