Cari Blog Ini

Minggu, 18 September 2011

Hadiah 17 Agustus 2011

Rabu, 17 Agustus 2011

Hari dan tanggal tersebut merupakan ulang tahun negeri ini yang ke 66, Indonesia merdeka dari penjajah. Tepat di hari itu pula menjadi kenangan yang cukup membanggakan bagiku. Di hari ulang tahun Indonesia, aku mendapat kado dari ANRI atas prestasiku sebagai juara 2 dalam lomba karya tulis kategori umum. Bagaimana tidak, itu adalah kali pertama diriku mengikuti lomba karya tulis dan Alhamdulillah bisa mendapat juara 2. Bertempat di RedTop Hotel Jakarta, penyerahan hadiah dan piagam berlangsung. Semoga prestasi ini dapat terus memacu diriku untuk terus berkarya bagi kemajuan diri sendiri dan bangsa Indonesia. Aminn

                                (Foto pemenang lomba karya tulis bersama kepala dan pejabat ANRI)

                             (Penyerahan piagam penghargaan oleh kepala ANRI Bpk. M. Asichin)
                                                                                                        
Petikan berita dari website ANRI.go.id

ANRI ANUGERAHKAN PENGHARGAAN ARSIPARIS TELADAN 2011

Tanggal : 17 August 2011

Rabu (17/8), Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), M. Asichin memberikan penghargaan Arsiparis Teladan kepada arsiparis berpretasi di tahun 2011. Acara ini diselenggarakan oleh Direktorat Akreditasi dan Profesi Kearsipan ANRI dengan harapan dapat memberikan daya tarik bagi sumber daya manusia yang berkarier di dunia kerja bidang kearsipan dan menjadi pendorong bagi para arsiparis untuk selalu meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilannya. Kegiatan ini diikuti oleh para arsiparis baik dari lembaga-lembaga kearsipan di tingkat provinsi ataupun unit-unit kearsipan di tingkat pusat seperti di Kementerian ataupun Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
Rangkaian acara Arsiparis Teladan 2011 ini dimulai sejak tanggal 16 dan berakhir pada 19 Agustus 2011 bertempat di Hotel Red Top, Jakarta. Adapun dewan juri yang memberikan penilaian adalah para praktisi kearsipan nasional baik dari Instansi Pemerintah, BUMN, dan para Akademisi. Di samping itu, untuk meningkatkan objektivitas penilaian, panitia juga melibatkan tim pemantau yang berasal dari berbagai instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah. 
Suasana Ujian Presentasi Pemilihan Arsiparis TeladanFoto Bersama Kepala ANRI dengan 10 Arsiparis Teladan


Juara I Arsiparis Teladan 2011 adalah Septi Wuryani dengan total penilaian 84,69. Septi adalah arsiparis di Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Untuk dapat menjadi seorang arsiparis teladan, Septi melewati ujian tertulis dan ujian praktek yang terdiri dari presentasi dan wawancara. Selain memperoleh penghargaan dari Kepala ANRI, Septi juga berhak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti studi banding ke Arsip Nasional Singapura (National Archive of Singapore). Juara ke II disandang oleh Achmad Fauzan dari Sekretariat Negara dengan total nilai 81,90 sedangkan juara ke III diperoleh Yuniarsi, S.Sos dengan total nilai 80,76.
Selain kegiatan Arsiparis Teladan 2011, Kepala ANRI juga memberikan penghargaan kepada para pemenang Lomba Karya Tulis (LKT) Bidang Kearsipan Tahun 2011. Adapun tema yang diangkat tahun ini adalah Peran Arsip dalam Pendidikan Karakter Bangsa dan Peran Arsip dalam Meningkatkan Nasionalisme Bangsa. Peserta LKT Bidang Kearsipan Tahun 2011 terbagi menjadi dua kategori yaitu pelajar (SMU sederajat) dan umum (Mahasiswa, Guru, Pegawai Negeri Sipil, TNI, Polri, dan Karyawan Swasta). Tujuan diadakannya lomba karya tulis ini adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mengembangkan dunia kearsipan nasional.
Adapun juara I untuk kategori Pelajar SMU/Sederajat adalah Nurhidayat, siswa SMK Negeri 50 Jakarta dengan judul tulisan Arsipku, Sejarah dan Hartaku. Juara ke II adalah Rendy Erianda, siswa SMA Harapan Mandiri Medan, dengan judul tulisan Membentuk Karakter Unggulan Melalui Budaya Mengarsipkan Dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan juara III Apriliyati Eka Subekti siswi SMA Negeri I Muntilan dengan judul tulisan Membentuk Generasi Peduli Arsip melalui Dinamisasi Kegiatan Pramuka di Sekolah sebagai Implementasi Pendidikan Karakter. Untuk kategori umum, juara I diberikan kepada Drs. I Ketut Artana S.Sos., seorang pustakawan dari Universitas Pendidikan Ganesha, Bali dengan judul tulisan Arsip, Masyarakat, dan Nasionalisme Bangsa. Juara ke II adalah Muhammad Saifullah Rohman, kandidat peneliti Pusat Kemasyarakatan dan Kebudayaan, LIPI, Jakarta, dengan judul tulisan Membangun Karakter Bangsa dan Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Berbasis Arsip. Sedangkan Juara III diberikan kepada Jhon Rivelo Purba, mahasiswa Universitas Dharma Agung, Medan dengan judul tulisan Mencintai Arsip Demi Meningkatkan Nasionalisme Bangsa. (AGP)



Senin, 27 Juni 2011

Lagi-Lagi Indonesia “Anti Klimaks” di Final Indonesia Open 2011




                Pasti banyak masyarakat Indonesia sudah rindu akan kebangkitan tim bulu tangkis Indonesia. Sudah sekian tahun kita paceklik gelar di kompetisi-kompetisi bergengsi, mulai dari Thomas dan Uber Cup, Piala Sudirman, Indonesia Open, sebagainya. Entah mengapa??? Kita seolah kehilangan tongkat estafet dalam mempertahankan gelar-gelar prestisius di kancah perbulutangkisan. Kita ingat dulu bagaimana Susi Susanti, Alan Budi Kusuma, Joko Susanto, Mia Audina, Ricky dan Reksi menguasai hampir di seluruh sektor bulu tangkis, baik tunggal maupun ganda, tapi setelah mereka tampaknya tongkat tersebut hilang entah kemana. Kini hampir di semua sektor putra, putri, tunggal maupun ganda dikuasai oleh negeri tirai bambu. 


                Tengoklah kemaren di Indonesia Open 2011, sebagai tuan rumah kita memang terbilang sukses sebagai penyelenggara yang baik. Berbagai persiapan baik pra maupun saat kompetisi terlihat sangat matang sehingga semua negara perserta bisa mengikuti kompetisi dengan baik, meski ada catatan kecil tentang sarana dan prasarana yang tampak kurang maksimal, seperti ketika final ada serangga yang masuk ke lapangan dan karpet lapangan sempat terkelupas meski kedua masalah tersebut tidak mengganggu jalannya final.
                Hal yang mungkin sangat disayangkan adalah kita hanya bisa mengirim 2 utusan di final. Sebagai tuan rumah di negeri sendiri tentu ini bukan hasil yang didambakan, setidaknya kita bisa mengirim 3 utusan jikalau 2 ganda putra kita Markis & Hendra dan Bona & Ahsan berhasil menumbangkan lawan-lawannya. Melihat dua ganda putra ini selama perjalanan kompetisi menuju semifinal sebenarnya cukup meyakinkan untuk menjadi kampiun juara, namun sangat disayangkan penampilan mereka justru terasa “anti klimaks” dan sering melakukan kesalahan sendiri sehingga dengan mudah dikalahkan oleh lawan-lawan mereka, sehingga harapan untuk terjadinya Indonesian All Final di ganda putra pupus sudah.
                Pada putaran final pun demikian, ganda putri kita Vita Marissa dan Nadya Melati harus menelan kekalahan dari peringkat pertama dunia Wang Xiaoli/Yu 21-12 21-10. Padahal, sejak penyisihan Vita dan Nadya tampil cukup bagus dan besar harapan dapat membawa pulang gelar, tapi lagi-lagi penampilan mereka seolah “anti klimaks” di hadapan pemain Cina tersebut. Demikian pulan dengan ganda campuran Tontowi dan Liliyana kandas dari Zhang Nan/Zhao Yunlei 20-22 21-14 21-9. Asa sempat menaungi Indonesia saat set pertama dimenangkan oleh Tontowi dan Lilliyana, tapi lagi-lagi dewi fortuna berbalik arah menaungi pasangan Cina yang memenangi game.


                Bahkan penonton yang memadati Istora tak mampu membuat ciut nyali tim-tim lawan, mereka tak terpengaruh oleh dukungan ribuan suporter Indonesia. Para penonton yang melihat final Indonesia Open 2011 kemaren seolah melihat penampilan yang “anti klimaks” dari andalan-andalan tuan rumah. Memang dalam suatu pertandingan ada kalah dan menang, dan kita akui pula bahwa atlet-atlet bulu tangkis kita sudah mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk mengalahkan lawan-lawannya. Kita berdoa semoga atlet-atlet bulu tangkis kita dapat segera berbenah dan mengobati rasa kangen masayarakat Indonesia akan gelar di bidang bulu tangkis. Semoga kita tidak menunggunya dalam waktu yang terlalu lama. Aminn... ^_^
                Jayalah Indonesia.. ;p

Selasa, 14 Juni 2011

Berani Bermimpi


Bermimpilah selama kamu masih bisa bermimpi, dan jangan pernah berhenti untuk terus bermimpi. Memiliki impian adalah hak dari semua orang dan itu akan menjadikan kehidupan yang kita jalani semakin indah. Ketika kita memiliki sebuah mimpi dan berusaha untuk mewujudkannya maka semesta akan mendukung kita dan akan terbukalah jalan untuk menuju ke sana. Segera langkahkan kaki saat ini juga untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu, itulah titik awal dari sebuah proses terwujudnya mimpi menjadi kenyataan.
          
Segera dapatkan buku ini di toko buku terdekat!!!  Anda akan temukan motivasi - motivasi dahsyat agar segera mewujudkan mimpi-mimpi. Selamat membaca ^_^

Kamis, 14 April 2011

Belajar dari Si Sulung Eliana



Belajar Jadi Anak Sulung dari Eliana
Judul                     : Eliana
Penulis                 : Tere Liye
Penerbit              : Republika
Halaman              : 519      
                Adalah novel ke-4 dari serial anak mamak. Kembali kita disuguhi bacaan yang inspiratif dan menggugah semangat lewat dunia anak. Tak terbayangkan sebelumnya jika kita diajak berpetualang ke dalam dunia yang amat jauh dari kehidupan kita sehari-hari. Tak hanya dunia bermain saja yang diulas oleh Tere Liye, lewat Eliana ini, ia ingin menggambarkan bagaimana beratnya menjadi seorang anak sulung. Saat kita membacanya–terutama saat posisi kita sebagai anak sulung, maka kita akan menemukan sedikit banyak kesamaan dengan yang kita rasakan.
                Kali ini tak hanya Eliana yang diceritakan, tapi juga bagaimana kisah pertemuan antara mamak dan bapak saat pertama kali hingga akhirnya mereka menikah. Ada sebuah qoute menarik dalam bagian ini dan selalu saja saya ingat,
“Manusia mempunyai hari-hari istimewanya sendiri. Hari saat lahir ke dunia, mulai merangkak, berjalan, hingga hari saat bertemu dengan pasangan”.
Bertemu dengan pasangan????? Kapan yahh...aku bertemu sama pasanganku??hehehe...^_^
                Diceritakan pula bagaimana kisah heroik Eliana sang gadis pemberani dengan geng empat buntal-nya melawan orang kota yang mencoba merusak sungai kampung mereka. Meski mereka masih anak-anak, namun keberanian mereka dalam menghadapi para perusak alam patut kita teladani. Kembali lagi tentang Eliana sebagai anak sulung, ia sempat marah kepada mamak karena selalu diperlakukan berbeda dari adik-adiknya, disuruh inilah, itulah hingga ia kabur berhari-hari di rumah wak Yati. Padahal, setiap malam mamak selalu menengok dan menayakan kabar ke wak Yati tanpa sepengetahuan Eliana.
Petikan kata ini sangat menyentuh hati bahwa betapa sayang ibu terhadap kita,
“Jangan pernah membenci mamak kau, Eliana… Jangan pernah.. Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi kau, Amelia, Pukat dan Burlian, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian.”
                Memang, sebagai anak kita kadang tidak menyadarinya. Segeralah minta maaf sama ibu kita atas segala kesalahan yang mungkin telah menyakiti hati ibu.
                Membaca novel ini sangat menyenangkan meskipun cukup tebal. Namun, ada beberapa hal yang agak membingungkan. Saya kira ketika cerita pertemuan antara mamak dan bapak versi muda ada kesalahan ketik karena kata-kata dan kalimatnya sama persis, ternyata setelah membaca dengan jeli memang dibuat seperti itu...hehehe. Dan, ada beberapa kata yang salah ketik.
                Terlepas dari kekurangannya, novel ini wajib dibaca dan sungguh inspiratif.

Ranah 3 Warna








Ranah 3 Warna
Penulis                 : A. Fuadi
Penerbit              : Gramedia
Halaman              : 471
                Masih penasaran dengan kelanjutan cerita si Alif dalam Negeri Lima Menara??? Yahh, inilah novel ke-2 dari trilogi negeri lima menara. Alif yang telah menyelesaikan pendidikannya di pesantren madani dengan penuh perjuangan dan suka-duka harus kembali ke kampung halamannya. Ia pun harus berpisah dengan Shahibul Menara yang meretas jalan untuk menggapai cita-cita dan impian mereka masing-masing.
                Alif, ia masih menyimpan cita-citanya ingin menguasai teknologi seperti pak Habibi yang mampu membuat pesawat terbang dan pergi ke Amerika. Cita-cita semasa SMP untuk kuliah ke ITB masih melekat di lubuk hati Alif. Namun, sahabat karibnya-Randai-meragukannya apakah ia mampu masuk ITB. Terlebih lagi, Alif hanya lulusan pesantren dengan bekal pelajaran eksak seadanya. Bahkan, orang-orang di kampungnya pun meragukannya. Bak dilecut semangat “man jadda wajada”, Alif ingin membuktikan bahwa presepsi yang selama ini dilekatkan pada anak pesantren itu salah. Tak hanya UMPTN yang harus ditaklukkannya, ia juga harus ikut ujian persamaan sebagai syarat ikut UMPTN, karena pondok madani tidak mengeluarkan ijazah resmi.
                Siang-malam Alif belajar dengan giat, semua buku-buku yang harus dipelajari selama 3 tahun ia lahap hanya 2 bulan saja. Tapi saat semangatnya kendor, ia pun terlecut dengan semangat tim Dinamit yang mampu mengalahkan Jerman saat piala Eropa. Akhirnya, ia pun berhasil mendapat ijazah persamaan, sekaligus juga dapat lulus UMPTN dan diterima di Unpad jurusan Hubungan Internasional, bukan di ITB seperti cita-citanya semula.
                Alif pun bisa tersenyum sesaat, namun badai menerpanya bertubi-tubi dan hampir membuatnya menyerah. Nyatanya, mantra “Man Jadda Wajada” saja tidak cukup bagi Alif dalam mengarungi hidup sebagai mahasiswa di Bandung. Berbagai cobaan dialaminya, mulai dari ayahnya yang meninggal hingga ia harus berjualan sebagai sales untuk menyambung hidup dan kuliah hingga membuatnya sakit tipes. Ia pun teringat salah satu mantra yang diajarkan di pondok madani “Man Shabara Zafira” (Barang siapa yang bersabar maka untunglah ia). Ternyata, usaha yang keras saja tidak cukup, harus juga diimbangi kesabaran agar memperoleh hasil yang istimewa.
                Dalam novel ini, diceritakan pula bagaimana usaha keras Alif untuk belajar menulis dengan bang Togar–seniornya di majalah kampus Kutub. Ia sampai “berdarah-darah” terkena sabetan samurai merah bang Togar, namun itu semua mengantarkannya kepada prestasi yang membanggakan. Lalu, bagaimana dengan kisah cinta? Apakah diselipkan dalam novel ini? Yaahh, cinta memang menjadi “bumbu penyedap” dalam sebuah novel. Sosok Raisa yang menawan telah menambat hati Alif, namun sayang ia harus merelakannya untuk sahabatnya Randai.
                Memang jika dilihat dari segi bahasa dan alurnya, novel ke-2 ini lebih berkarakter dan mempunyai alur yang mudah diikuti oleh pembacanya dibanding dengan novel pertama. Lagi-lagi memang sang penulis juga menerapkan mantra “Man Jadda Wajada” dalam menambal kekurangan-kekurangan di novel pertamanya. So, kita tunggu seri terakhir dari trilogi Negeri Lima Menara dan bagaimana akhir dari perjalanan Alif dan para Shahibul Menara. Let’s waiting